Penolakan
terhadap SK Bupati Nagekeo tentang Pendistribusian lahan irigasi di Mbay Kiri
terus berlanjut.
Sementara
Pemda Nagekeo melalui Asisten 1, Florentinus Pone dan Kepala Dinas Pertanian
Nagekeo, Wolfgang Lena bersikukuh tetap akan mendistribusikan lahan Mbay Kiri.
Wolfgang
bahkan mengatakan, dari sisi kedudukan hukum kesepakatan lebih rendah dari
Surat Keputusan. Karena itu, kesepakatan antara Pemda Nagekeo dan Masyarakat
Nagekeo gugur demi hukum.
Hal itu
disampaikan Wolfgang dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPRD Nagekeo, Rabu
(5/7/2017).
"Dari
sisi kedudukan hukum, kesepakatan lebih rendah dari surat keputusan kepala
daerah. Karena itu, dengan terbitnya SK Bupati yang baru, kesepakatan tersebut
dengan sendirinya gugur," kata Wolfgang.
Wolfgang
juga mengatakan, lahan irigasi Mbay Kiri
harus secepatnya difungsikan karena itu perintah Panglima TNI.
Asisten I
Setda Nagekeo, Florentinus Pone mengatakan, lahan irigasi Mbay Kiri
merupakan satu kesatuan dengan Mbay Kanan
seluas 6.880,50 ha yang diserahkan oleh tiga suku besar, Dhawe, Lape dan
Nataia pada tahun 1952, dan terakhir direvisi tahun 1978 dengan batas
Utara dengan Laut Flores, Selatan dengan Parit Sekunder, Barat dengan Bukit
Sanga Benga (Wewo Rowet) dan Timur dengan Tanah Kering.
Lorens
menegaskan, lahan Irigasi Mbay Kiri merupakan tanah negara berdasarkan penyerahan
tiga suku tersebut. "Tanah Irigasi Mbay Kiri
diserahkan satu kesatuan dengan Mbay Kanan.
Yang diserahkan oleh tiga suku. selain tiga suku itu tidak ada suku-suku lain.
Jangan percaya dengan informasi sesat," kata Lorens.
Ia juga
menegaskan, tetap akan mendistribusikan lahan Irigasi Mbay Kiri
sesuai SK Bupati Nagekeo Nomor: 374/ 2016.
"Tanah itu
tanah negara. tapi masyarakat menganggap seah-olah itu tanah pribadi. Kita
tetap perhatikan masyarakat yang belum dapat lahan pada tahap kedua. Masih ada
300 lebih hektar yang akan dicetak lagi tahap kedua. Tapi untuk tahap pertama
kita minta dahulukan mereka yang nama-namanya ada di SK Bupati," kata
Lorens.
Lorens bahkan
bersumpah atas pernyataannya tersebut.
Sementara salah
satu Anggota Komunitas Peduli Irigasi Mbay Kiri,
Adimat Manetima mengatakan, pernyataan Lorens dan Wolfgang merupakan
pembohongan publik karena kenyataannya ada banyak nama dalam daftar penerima
lahan irigasi Mbay Kiri tahap pertama yang telah
memiliki lahan di Mbay Kanan. Adimat juga mempertanyakan tentang keberadaan lahan 300 hektar yang akan
digarap tahap kedua.
"Jangan
sampai lahan itu ada di lokasi transmigrasi lokal yang
kepemilikannya sudah jelas. Soal batas tanah irigasi khususnya Mbay Kiri,
dimana batas Selatannya? Kalau mengikuti penyerahan tahun 1952 sampai tahun
1978, di Mbay bagian kiri belum ada parit sekunder.
Lalu apa yang digunakan pemda untuk menentukan batas lahan irigasi Mbay Kiri?"
tanya Adimat.
Adimat meminta
Pemda Nagekeo berdialog langsung dengan masyarakat di lokasi irigasi Mbay Kiri.
Permintaan itu sejalan dengan rekomendasi Rapat Kerja Pemda Nagekeo dengan
Komisi C DPRD Nagekeo, Rabu (5/7/2017).
Pada kesempatan
yang sama, Adimat juga menegaskan, SK Bupati Nagekeo tahun 2016 tidak serta
merta menggugurkan kesepakatan Pemda Nagekeo yang ditandatangani Bupati Yohanes
Samping Aoh dengan masyarakat Mbay I
dan Mbay II tanggal 4 Juni 2010.
"Yang
membatalkan kesepakatan itu pengadilan atau karena ada persetujuan kedua belah
pihak untuk mengakhiri kesepakatan itu. Kalau satu pihak yang batalkan,namanya
ingkar janji. Artinya, obyek yang disepakati dalam hal ini saluran
irigasi Mbay kiri juga batal demi hukum atau
ditutup karena saluran itu dibangun dan melintasi tanah masyarakat karena
kesepakatan itu," demikian Adimat.
No comments:
Post a Comment